Penulis: Wisnu Ali Martono
Awalnya saya agak bingung ketika menyusuri jalan dari Pare-pare menuju kabupaten Enrekang (propinsi Sulawesi Selatan) di sepanjang jalan banyak sekali tulisan Danke, dijual Danke, dan beberapa kata yang intinya tersedia Danke untuk dijual.
Danke? Makanan apakah itu?
Kawan yang mengantar saya menyusuri kabupaten Enrekang ini lalu menjelaskan bahwa danke adalah makanan yang terbuat dari susu sapi segar diolah begini-begitu, rasanya begini begitu. Lalu kenapa bernama danke?
Ada satu versi cerita yang mengatakan bahwa pada jaman Belanda masih menjajah kita, banyak orang Belanda yang mengatakan ‘danke’ setelah merasakan olahan susu (waktu itu) kerbau ini. Masyarakat setempat salah mengerti, dikira ‘danke’ adalah nama olahan susu yang dibuatnya. Padahal maksudnya mengucapkan terimakasih. Boleh jadi cerita ini benar. Bagaimana pun asal muasal namanya, yang jelas saya kepingin tahu seperti apa sih rasanya.
Pucuk dicinta ulam tiba. Agaknya teman yang mengantarkan saya membaca gelagat saya kepingin danke. Saya segera menjawab ya waktu ditawarkan apakah ingin mencobanya. Tak lama setelah percakapan itu kami menemukan satu warung dengan tulisan menjual danke. Di situlah rombongan kecil kami segera berhenti. Beruntung, ibu pemilik warung ini baru saja membuat danke pagi itu, dan masih belum laku semua. Dan itu lah pertama kali saya mencicipi makanan khas Enrekang bernama danke.
Sepintas, danke goreng yang saya nikmati mempunyai tekstur seperti putih telur rebus, namun lebih liat, dan lamat-lamat tercium aroma susu dan keju. Disajikan dalam bentuk irisan tipis, setebal kurang dari satu sentimeter. Sebagai cemilan, danke dapat dinikmati begitu saja, atau digoreng tanpa minyak.
Agaknya danke sudah menjadi ikon makanan khas Enrekang. Dan karena harganya tidak terlalu murah (satu biji danke seberat 300 gram-an dihargai 20 ribu rupiah) serta pasokannya yang terbatas, tidak setiap saat kita bisa menemukan. Umumnya danke ada di pagi sampai siang hari. Setelah itu habis dan harus menunggu esok hari lagi setelah sapi diperah susunya.
Dalam perjalanan ini rombongan kami mendapat kehormatan menginap di rumah jabatan bupati Enrekang, Bapak Drs .Muslimin Bando. MPd. Ternyata pada jamuan resmi acara malam hari, dan ketika diajak sarapan pagi bersama beliau, selalu tersedia danke goreng. Jadi, danke adalah makanan ikon Enrekang.
Keesokan harinya saya diantarkan pak dokter hewan Junwar (Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang) untuk mengunjungi salah satu pembuat danke yang merupakan binaan dinas ini. Ternyata pembuatannya tidak sulit dan membutuhkan waktu tidak lebih dari setengah jam saja. Beruntung, bu Nurnaini Sunusi, pembuat dan penjual danke beserta olahannya ini mengijinkan kami melihat dan memotret pembuatan danke.
Pagi itu bu Nurnaini dan putrinya mengolah sekitar 20 liter susu segar untuk dijadikan danke. Pertama kali yang dilakukan adalah memanaskan susu segar yang baru didapatnya hingga mencapai suhu 70 derajat Celsius. Susu segar memang tidak boleh dipanaskan lebih dari susu itu karena akan merusak tesktur dan kandungan gizinya.
Setelah susu mencapai suhu sekitar 70 derajat C, ditambahkan satu sendok makan cairan pengental yang terbuat dari getah pepaya muda dicampur air. Jangan kuatir, getah pepaya tidak mengakibatkan apa-apa ketika danke kita makan. Setelah dicampurkan bahan ini, terjadi perubahan tekstur susu yang sangat dramatis. Cairan susu dalam panci itu segera mengental dan memisah dari cairan kuning. Mirip sekali dengan proses pengentalan pada pembuatan tahu atau keju. Jika sudah terjadi proses pengentalan seperti ini, danke sudah jadi. Kompor dimatikan dan danke siap dicetak. Pencetakan danke harus dilakukan segera, dalam keadaan masih panas. Jika tidak, danke tidak akan menggumpal menjadi satu.
Secara tradisional, pencetakan danke dilakukan dengan menggunakan batok kelapa yang dipotong setengahnya. Di bagian bawah batok ini terdapat lobang untuk mengeluarkan air whey (whey adalah air yang terpisah dari susu dalam proses pembuatan keju atau danke).
Pertama, diambil bagian susu yang sudah mengental, ditempatkan ke dalam batok pencetak sampai hampir munjung di atas mulut batok. Kemudian, dengan menggunakan saringan logam, bagian atas batok ditekan sehingga danke memadat dan di dalam saringan terdapat air whey. Air whey ini diambil dengan sendok dan ditampung di wadah lain. Setelah dirasa cukup padat dan airnya berkurang, danke yang sudah tercetak ini segera ditumpahkan di atas daun pisang dan dibungkus. Jadilah danke yang siap disantap begitu saja, atau diolah lebih lanjut untuk cemilan atau untuk dimasak sebagai lauk khas Enrekang.
Selain diolah sebagai cemilan atau lauk, danke juga bisa diolah lebih lanjut menjadi nugget. Caranya, danke diblender, dicampur dengan roti tawar, bumbu dan putih telur sebagai pengikat, dikukus, dan dipotong-potong setelah matang. Sebelum digoreng, nugget danke dicelupkan ke putih telur dan dibalut tepung panir. Jadilah nugget danke.
Selain olahan danke, juga dihasilkan krupuk danke, dengan memanfaatkan whey susu yang terbentuk. Krupuk danke ini dibuat dalam beberapa rasa, yaitu original, balado dan coklat.
Sebelum meninggalkan toko oleh-oleh Talaga milik bu Nurnaini Sanusi, tiba-tiba saya punya ide, kalau saja whey ini dipanaskan lalu ditambahi jahe dan gula aren, pasti jadi minuman enak dan menyehatkan.
Minat merasakan danke? Cobalah datang ke Enrekang, atau membuat sendiri dengan resep seperti yang saya tulis di atas. (WAM)
Comments are closed.