“Mau dooonggg testernyaaaaa!”
Sounds familiar?
Peserta kursus Food Costing dan Manajemen Keuangan Praktis yang saya ajar pun cukup sering bertanya mengenai bagaimana menghitung pembiayaan tester produk.
Para penjual pemula seringkali galau menghadapi reaksi teman-temannya yang seperti ini.
Gimana tidak?
Kita berjualan karena mau mencari uang lah kog diminta gratis? 😅
Dilihat dari sudut ilmu marketing, tester dibutuhkan untuk memperkenalkan rasa produk kita kepada calon pembeli.
Tapi harus diingat, pemberian tester secara luas bukanlah cara satu-satunya 😊
Sementara dari sudut ilmu keuangan, tester ini bisa dimasukan sebagai biaya marketing yg memotong keuntungan kita.
Namun cermatilah, apakah para bakery terkenal itu memberikan tester untuk setiap varian yang mereka jual di outletnya?
Tidak kan?
Banyak teman mungkin pernah mengalami dan menemukan fakta bahwa “Para Pemburu Tester” seringkali justru bukan merupakan pembeli potensial.
Pembeli potensial justru biasanya tidak pernah meminta tester (meski menerima dengan senang hati jika ditawarkan mencoba tester), bahkan langsung membeli begitu kita menawarkan hanya dengan melihat dari penampilan produk yang kita tawarkan.
Nah disinilah kecermatan penjual ditantang, bahwa tester itu seharusnya memang diberikan kepada calon pembeli potensial (seperti misalnya saat pameran) atau ketika tester itu merupakan sebuah keharusan ketika akan mengajukan produk kita sebagai isian hampers lebaran bagi sebuah perusahaan misalnya.
Ada beberapa cara efektif mengenalkan rasa produk kita ke pasaran.
Bukan hanya dengan cara sekadar membagi-bagikan sample gratis kepada setiap orang.
1. Jalin Silaturrahmi
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturahim.”
(HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).
Sumber : https://rumaysho.com/13115-6-amalan-pembuka-pintu-rezeki.html
Ikutlah perkumpulan yg positif, pengajian, silaturrahmi RT/RW.
Bawa produk andalan kita sebagai buah tangan kepada tuan rumah dan untuk dimakan bersama para peserta lainnya.
Dengan demikian, bukan hanya tester yang dibagi, namun insya allah dapat juga pahala menjalin silaturrahmi.
2. Meminta Testimoni dari Public Figure atau Teman yang dipercaya publik akan selera tingginya
Beberapa menyebut sebagai “endorse”.
Saya cenderung lebih menyukai istilah “permintaan review”, karena lebih jujur.
Jika produk yang dikirimkan masih perlu koreksi, maka akan disampaikan kekurangannya apa.
Jika sudah layak jual maka diberikan testimoni seperti apa adanya.
3. Menjual Tester
Tester dijual?
Kan biasanya gratis?
Kenapa tidak?
Buat kemasan-kemasan kecil yang menarik seperti contoh digambar ini.
Hanya dengan modal plastik OPP, pita dan kertas warna-warni sudah bisa tercipta kemasan cantik siap diisi dengan beberapa produk kita.
Bisa dicampur beberapa varian, atau tiap kemasan beda varian.
Ini berguna bagi calon customer yg ragu membeli banyak karena belum tau rasanya bagaimana, mereka bisa ditawarkan membeli “kemasan mini” untuk mencoba.
Jual dengan harga pokoknya (jika begini maka perlu dipertegas bahwa kemasan ini terbatas, tidak selamanya ada) atau dengan mengambil keuntungan seperti biasa.
Jadi sebenarnya:
Jika kita bisa meyakinkan calon pembeli dengan kata-kata, reputasi dan penampilan produk, maka tester bisa jadi nggak diperlukan lagi.
Maka, yang perlu dipelajari adalah bagaimana cara meyakinkan calon customer dengan kata-kata atau penampilan produk yang kita jual 😊.
Sementara untuk membentuk reputasi, silakan pelajari tentang “Branding”.
Jakarta, 10 Maret 2018
Yeni Suryasusanti
Comments are closed.