Review Category : Entrepreneurship

Tips: Tabungan THR

Satu diantara banyak tips penting yang saya sampaikan saat kursus Food Costing dan Manajemen Keuangan UMKM di NCC adalah soal persiapan THR.

THR, seperti gaji dan tunjangan, adalah hak karyawan.

Cara menghitung besaran THR yaitu:

  1. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 (satu) bulan upah;
  2. Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan : (masa kerja x 1 bulan upah)/12

Bisa lihat pembahasannya disini: https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt51bc31ad7b95b/dasar-perhitungan-besaran-tunjangan-hari-raya-thr

Bagi UMKM yang seringkali lemah di manajemen keuangan, pembayaran THR cukup menjadi beban tersendiri saat ramadhan tiba. Karena itu saya menekankan pentingnya membuat “tabungan THR” dan ini wajib disisihkan setiap bulan.

Caranya sebagai berikut:

  1. Hitung besaran THR yang akan dibayar. Ingat THR itu besarnya sejumlah gaji pokok, bukan take home pay, jelaskan ini kepada karyawan.
  2. Bagi besaran THR dengan 10. Hasil pembagian itu adalah jumlah cicilan THR yang wajib disisihkan setiap bulan. Karena bulan Islam adalah 11 bulan untuk 1 tahun masehi, sehingga lebaran akan terus maju tanggalnya. Dengan membagi 10, maka diawal ramadhan THR sudah siap dananya.

Mengapa saya share sekarang? Karena ini untuk persiapan teman-teman membayar THR tahun depan.

Dengan menjalankan ini, nggak ada lagi istilah “kejar setoran atau penjualan di bulan ramadhan” untuk membayar THR karyawan. Yang ada nanti kejar setoran untuk membiayai liburan 💃💃💃.

Selamat memanage keuangan 😘

Jakarta, 12 Juli 2019
Yeni Suryasusanti

Read More →

Tips Manajemen Keuangan bagi Usaha Rumahan

Bisnis Rumahan cenderung fokus pada ide-ide bisnis dan pengembangannya, lalu menganggap manajemen keuangan adalah hal yang akan berjalan secara otomatis. Pengusaha rumahan mumnya berpikir bahwa jika pesanan lancar maka keuangan juga akan demikian. Bisa jadi hal ini benar, namun jika para pengusaha rumahan ini terlena maka akan bisa membahayakan masa depan usaha.

Memang benar, sumber kas usaha adalah penjualan dan keuntungan. Namun manajemen keuangan bukan sekadar bagaimana menghasilkan uang, namun juga bagaimana membelanjakan dan mengendalikannya.

Meski sederhana, para pengusaha rumahan pun perlu menerapkan prinsip-prinsip manajemen keuangan.

Berikut saya sampaikan beberapa prinsip dasar manajemen keuangan bagi Bisnis Rumahan:

1. Pemisahan antara uang usaha dengan uang pribadi/rumah tangga

Kesalahan yang paling umum yang dilakukan pengusaha rumahan dalam mengelola keuangan adalah mencampurkan uang usaha dengan uang pribadi/rumah tangga.
Padahal, jika pengusaha rumahan tidak melakukan pemisahan antara uang usaha dengan uang pribadi/rumah tangga, maka yang paling sering terjadi adalah keperluan pribadi sedikit demi sedikit menggerogoti saldo uang usaha.

Idealnya, pengusaha rumahan memisahkan uang tersebut secara fisik. Siapkan dua kotak atau amplop atau dompet penyimpanan uang yang berbeda untuk uang tunai. Lebih baik lagi, jika kita menggunakan jasa perbankan, dengan memisah rekening bank usaha dengan rekening pribadi. Terserah mau di Bank Syariah atau Konvensional, silakan disesuaikan dengan prinsip masing-masing. Kuncinya: Bersikaplah disiplin dalam menerapkan pemisahan ini.

2. Merencanakan penggunaan uang

Bahkan saat kita memiliki modal yang cukup besar, kita tetap harus merencanakan penggunaan uang sebaik mungkin. Jangan hambur-hamburkan uang meski saldo kas anda tampaknya berlebihan. Tanpa perencanaan yang matang, bisa jadi kita akan menemukan diri kita berada dalam keadaan kekurangan dana.

  • Sesuaikan rencana pengeluaran dengan target-target penjualan dan penerimaan kas.
  • Urungkan rencana-rencana belanja modal jika tidak memberikan manfaat dalam meningkatkan penjualan, mengefisienkan produksi atau menurunkan biaya-biaya.
  • Lakukan analisa “cost and benefit” atau “untung rugi” untuk meyakinkan bahwa penggunaan uang anda tidak bakal sia-sia dan memberikan return yang menguntungkan.

Salah satu contoh sederhana dalam menghitung analisa cost dan benefit bisa dilihat disini :
http://www.simulasikredit.com/benefit-cost-ratio-dan-cara-menghitungnya/ 

3. Buat buku catatan keuangan

Daya ingat manusia itu terbatas. Karena itu perlu membuat pencatatan. Untuk pengusaha rumahan, minimal perlu membuat buku pencatatan pendapatan dan buku pencatatan pengeluaran. Saya pribadi tidak menyarankan pencatatan menggunakan buku kas yg memuat kolom debit kredit saldo. Karena pada prakteknya akan direpotkan dengan menyuntik dana modal tiap sebentar agar tidak terjadi saldo minus di kolom saldo. Buat buku catatan terpisah akan lebih sederhana meski terlihat merepotkan.

4. Hitung keuntungan dengan benar

Tugas kita sebagai pengusaha adalah menghasilkan keuntungan, namun tahukah anda berapa keuntungan yang telah anda dapatkan? Menghitung keuntungan dengan tepat sama pentingnya dengan menghasilkan keuntungan itu sendiri. Bagian yang paling kritikal dalam menghitung keuntungan adalah menghitung biaya-biaya. Sebagian besar biaya bisa diketahui karena melibatkan pembayaran uang tunai. Sebagian yang lain tidak berupa uang kas, seperti penyusutan. Sebagian lagi belum terjadi namun perlu dicadangkan untuk dikeluarkan di masa mendatang, seperti pajak dan bunga pinjaman.

5. Putar arus kas lebih cepat

Jangan hanya berpusat pada keuntungan. Manajemen keuangan meliputi juga bagaimana kita mengelola hutang, piutang dan persediaan barang dagangan.

Perhatikan bagaimana kita memutar kas. Putaran kas kita melambat jika termin penjualan kredit kita lebih lama ketimbang kulakannya, atau jika kita harus menyimpan persediaan barang dagangan. Kita harus mengusahakan termin penjualan kredit sama dengan pembelian kredit kita. Kita juga harus mampu mengontrol persediaan sedemikian rupa agar tetap dapat memenuhi order namun tanpa membebani keuangan. Stock bahan baku atau barang jadi yang berlebihan itu tidak bijaksana karena uang kita mengendap disana.

Catatan: Salah satu fungsi Reseller adalah untuk mempercepat perputaran kas. Meski dengan adanya reseller berarti kita membagi sedikit keuntungan.

6. Awasi harta, hutang dan modal

Secara berkala, kita perlu memeriksa persediaan di gudang dan memastikan semuanya dalam keadaan lengkap dan baik. Namun sebelum kita bisa melakukannya, kita perlu mempunyai administrasi yang memadai untuk mengontrol semua itu.

Hal yang sama perlu kita lakukan terhadap piutang-piutang kepada pembeli dan tagihan-tagihan dari suplier. Jangan sampai ada tagihan yang macet atau kedobelan membayar kepada suplier gara-gara catatan kita berantakan.

Jika kita tidak mampu melakukan semua itu sendiri, berarti sudah waktunya kita mempekerjakan bagian keuangan dan menetapkan prosedur keuangan yang cukup untuk memastikan bahwa harta kekayaan usaha kita selalu terjaga dengan baik.

7. Sisihkan keuntungan untuk pengembangan usaha

Kita berhak untuk menikmati keuntungan dari bisnis kita, namun itu bukan berarti kita boleh menghabiskannya begitu saja. Kita tetap harus menyisihkan sebagian keuntungan untuk pengembangan usaha. Karena salah satu tugas penting manajemen keuangan adalah menjaga kelangsungan hidup bisnis.

8. Siapkan dana darurat

Setiap usaha yang dijalankan tentunya tidak bisa diprediksi apakah usahanya akan berlanjut atau tidak, hal-hal buruk dan tidak terduga bisa saja terjadi yang menjadi ancaman bagi kelangsungan bisnis kita, misalnya omzet menurun karena ada kompetitor, atau bahkan lokasi usaha kita tertimpa musibah, dan sebagainya. Hal inilah yang membuat seorang pengusaha harus memiliki mental baja dalam menghadapi setiap rintangan yang menghalangi.

Salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah dengan menyiapkan dana darurat. Dana darurat ini boleh kita gunakan ketika kita memang benar-benar membutuhkan, fungsinya adalah untuk menjaga bisnis kita tidak langsung kolaps ketika kita mengalami kerugian, atau setidaknya bisa mengurangi beban saat masa sulit melanda. Fungsi yang berbeda ketika usaha yang kita berjalan normal, dana darurat ini menjadi sebagian dari keuntungan yang kita dapatkan.

Kesimpulan:

Menjalankan manajemen keuangan pada usaha rumahan itu ibarat mengendarai mobil. Kita harus mengetahui kapan waktu yang tepat untuk menginjak gas atau menginjak rem. Maka, pencatatan keuangan dan berbagai analisa berfungsi sebagai rambu-rambunya.

Semoga tips ini bermanfaat 😘

Jakarta, 13 April 2018
Yeni Suryasusanti

Read More →

Resep dan Foto

Ada 2 perbedaan besar dari 2 pertanyaan mendasar antara :
“Boleh saya pakai resepnya untuk jualan saya?”
dengan :
“Boleh saya pakai fotonya untuk promosi jualan saya?” (hanya karena kebetulan menggunakan resep yang sama atau bahkan hanya kebetulan sama varian jualannya padahal berbeda resep).

Di mana perbedaannya?

Resep adalah karya intelektual seseorang yang masih perlu dieksekusi untuk menjadi produk.
Untuk melindunginya bisa dengan cara menjadikannya RAHASIA DAGANG atau dengan dilindungi PATEN.

Rahasia Dagang vs. Paten

Perlindungan melalui Rahasia Dagang atau Trade Secret seringkali menjadi alternatif manakala sebuah penemuan tidak dapat diberi paten karena tidak memenuhi persyaratan paten. Namun, mekanisme perlindungan rahasia dagang banyak juga dipilih untuk penemuan-penemuan yang sesungguhnya dapat diberi paten, dengan alasan sebagai berikut:

  • Perlindungan Rahasia Dagang tidak memiliki batas waktu perlindungan sebagaimana paten. Jangka waktu perlindungan paten dibatasi, hanya diberikan selama 20 tahun dan setelah masa perlindungan lewat, penemuan menjadi milik umum (public domain). Sebaliknya, sebuah rahasia dagang tidak ada batas waktu perlindungan. Selama pemiliknya menjaga rahasia dagangnya dari akses publik, selama itu pula rahasia dagangnya terlindungi;
  • Rahasia Dagang tidak mensyaratkan pendaftaran di institusi pemerintah tertentu sebagaimana paten sehingga perlindungan hukum dapat diperoleh segera;
  • Berbeda dengan rahasia dagang, pemohon paten diwajibkan untuk mengungkapkan penemuannya secara detail kepada publik dalam permohonan patennya.”

Selengkapnya bisa dibaca di :
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4feadb7627be1/rahasia-dagang-dan-perlindungan-formula-resep-makanan

Jadi begitu kita telah memposting sebuah resep, maka kita tidak punya kekuatan lagi utk menahan orang lain menggunakan resep tersebut, baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk usaha (kecuali resep kita diambil untuk dipublikasikan dalam bentuk buku, ada perlindungan hukumnya).

Lain halnya jika resep sudah kita rahasiakan, tapi saat kita menawarkan produk kita tetap masih ada yang meminta resep karena kurang memahami etikanya. Untuk kasus seperti ini, si pemilik resep bebas menjawab apakah diberi atau tidak, sesuai dengan keikhlasan hatinya.

Satu hal yang perlu diingat:
Adalah HAK pemilik resep untuk memutuskan merahasiakan atau membagikan resep jualannya.
Jangan pernah menghakimi apalagi memaksa jika pemilik memutuskan merahasiakan resepnya meskipun dengan kata-kata halus yang memang terbukti benar seperti, “Ah, takut amat, rizki kan nggak akan tertukar. Padahal bakal jadi amal jariyah untuk di akhirat nanti…”
Ingat, tidak membagi resep jualan itu tidak berdosa lho 😉

Berbeda dengan RESEP yang untuk perlindungannya harus dirahasiakan atau dipatenkan, FOTO tidak demikian karena Hak Ciptanya langsung melekat.

“Karya fotografi merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi menurut Pasal 40 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”). Yang dimaksud dengan “karya fotografi” meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera.

Perlindungannya berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.”

“Sesuai dengan definisi mengenai hak cipta yang ada dalam UU Hak Cipta, maka perlindungan Hak Cipta itu timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada atau tidaknya suatu watermark pada suatu karya fotografi tidak memberikan perbedaan dari sisi perlindungan Hak Cipta. ”

Selengkapnya bisa dibaca di :
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt58d1ab9b36fbe/pembubuhan-iwatermark-i-dalam-karya-fotografi-sebagai-identitas-pencipta

Namun demikian, meskipun hak cipta ini melekat, tetap ada juga lho yang meminta izin menggunakan foto jualan kita untuk berjualan 😅. Apalagi jika foto produknya sangat menggugah selera. Lalu apakah kita bisa memilih untuk mengizinkan seperti untuk kasus resep?

Mengizinkan penggunaan foto produk kita untuk jualan orang lain itu BERBAHAYA. Saya pribadi tidak menyarankan teman-teman mengizinkan penggunaan foto produk oleh orang lain untuk tujuan komersial.
Meski bisa saja niat kita baik untuk mempermudah teman yang baru memulai berjualan, tapi secara jangka panjang justru bisa menjatuhkan.

Selain pertimbangan soal dosa karena terlibat dalam usaha “menipu” calon pelanggan orang lain, alasan utama mengapa saya mengatakan hal ini tidak disarankan untuk dilakukan adalah karena:

Dalam eksekusi sebuah resep, beda tangan seringkali beda hasil. Penyebabnya biasanya di perbedaan merek bahan baku yang digunakan, teknik dan alat produksi. Maka hasil produksi teman anda, meski menggunakan resep yang sama, potensial berbeda tampilannya. Iya kalau hasilnya lebih bagus dari foto. Kalau lebih jelek gimana? Customer yang sudah memiliki ekspektasi saat melihat foto produk yang ditawarkan tentu akan kecewa ketika produk tiba di tangan ternyata jauh dari bayangannya. Dan ini justru akan menjadi promosi yang buruk dan bisa menyebar cepat dari mulut ke mulut (atau dari jari ke jari ketika berada di media sosial).

Jadi, jika ada yang meminta izin untuk menggunakan foto kita untuk berjualan, sampaikan saja dengan baik, “Maaf, foto ini saya pakai juga untuk berjualan. Selain itu, saya khawatir nanti customermu kecewa kalo hasil buatanmu nggak seperti di foto. Malah jadi promosi yang buruk. Saya tidak ingin calon customermu merasa ditipu akibat foto saya. Jadi dengan berat hati saya nggak bisa mengizinkan.”

Di sisi lain, alih-alih merasa terganggu dengan permintaan ini, kita justru bisa membuka peluang penjualan yang lebih luas dengan menawarinya kerjasama sebagai reseller produk kita. Dengan demikian dia bisa menggunakan foto produk kita tanpa menipu calon customer 😉.

Jakarta, 26 Maret 2018
Yeni Suryasusanti

Read More →

TESTER, WAJIB ADA KAH?

“Mau dooonggg testernyaaaaa!”
Sounds familiar?

Peserta kursus Food Costing dan Manajemen Keuangan Praktis yang saya ajar pun cukup sering bertanya mengenai bagaimana menghitung pembiayaan tester produk.

Para penjual pemula seringkali galau menghadapi reaksi teman-temannya yang seperti ini.
Gimana tidak?
Kita berjualan karena mau mencari uang lah kog diminta gratis? 😅

Dilihat dari sudut ilmu marketing, tester dibutuhkan untuk memperkenalkan rasa produk kita kepada calon pembeli.
Tapi harus diingat, pemberian tester secara luas bukanlah cara satu-satunya 😊

Sementara dari sudut ilmu keuangan, tester ini bisa dimasukan sebagai biaya marketing yg memotong keuntungan kita.

Namun cermatilah, apakah para bakery terkenal itu memberikan tester untuk setiap varian yang mereka jual di outletnya?
Tidak kan?

Banyak teman mungkin pernah mengalami dan menemukan fakta bahwa “Para Pemburu Tester” seringkali justru bukan merupakan pembeli potensial.
Pembeli potensial justru biasanya tidak pernah meminta tester (meski menerima dengan senang hati jika ditawarkan mencoba tester), bahkan langsung membeli begitu kita menawarkan hanya dengan melihat dari penampilan produk yang kita tawarkan.
Nah disinilah kecermatan penjual ditantang, bahwa tester itu seharusnya memang diberikan kepada calon pembeli potensial (seperti misalnya saat pameran) atau ketika tester itu merupakan sebuah keharusan ketika akan mengajukan produk kita sebagai isian hampers lebaran bagi sebuah perusahaan misalnya.

Ada beberapa cara efektif mengenalkan rasa produk kita ke pasaran.
Bukan hanya dengan cara sekadar membagi-bagikan sample gratis kepada setiap orang.

1. Jalin Silaturrahmi

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturahim.”
(HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557).

Sumber : https://rumaysho.com/13115-6-amalan-pembuka-pintu-rezeki.html

Ikutlah perkumpulan yg positif, pengajian, silaturrahmi RT/RW.
Bawa produk andalan kita sebagai buah tangan kepada tuan rumah dan untuk dimakan bersama para peserta lainnya.
Dengan demikian, bukan hanya tester yang dibagi, namun insya allah dapat juga pahala menjalin silaturrahmi.

2. Meminta Testimoni dari Public Figure atau Teman yang dipercaya publik akan selera tingginya

Beberapa menyebut sebagai “endorse”.
Saya cenderung lebih menyukai istilah “permintaan review”, karena lebih jujur.

Jika produk yang dikirimkan masih perlu koreksi, maka akan disampaikan kekurangannya apa.
Jika sudah layak jual maka diberikan testimoni seperti apa adanya.

3. Menjual Tester

Tester dijual?
Kan biasanya gratis?
Kenapa tidak?

Image source: Pinterest.com 

Buat kemasan-kemasan kecil yang menarik seperti contoh digambar ini.
Hanya dengan modal plastik OPP, pita dan kertas warna-warni sudah bisa tercipta kemasan cantik siap diisi dengan beberapa produk kita.
Bisa dicampur beberapa varian, atau tiap kemasan beda varian.

Ini berguna bagi calon customer yg ragu membeli banyak karena belum tau rasanya bagaimana, mereka bisa ditawarkan membeli “kemasan mini” untuk mencoba.

Jual dengan harga pokoknya (jika begini maka perlu dipertegas bahwa kemasan ini terbatas, tidak selamanya ada) atau dengan mengambil keuntungan seperti biasa.

Jadi sebenarnya:

Jika kita bisa meyakinkan calon pembeli dengan kata-kata, reputasi dan penampilan produk, maka tester bisa jadi nggak diperlukan lagi.

Maka, yang perlu dipelajari adalah bagaimana cara meyakinkan calon customer dengan kata-kata atau penampilan produk yang kita jual 😊.
Sementara untuk membentuk reputasi, silakan pelajari tentang “Branding”.

Jakarta, 10 Maret 2018
Yeni Suryasusanti

Read More →

Manajemen Keuangan Sederhana

Tips tengah malam dari Ibu Matre utk teman-teman yang memiliki usaha menerima pesanan makanan tapi sering merasa uangnya habis menguap entah kemana. Sounds familiar? 🙂

Idealnya:

  • Selalu buat Food Costing setiap mencoba produk baru, agar bisa menentukan keuntungan yang bikin happy, juga tidak tekor di modalnya.
  • Pisahkan rekening bank untuk usaha dan rekening bank untuk pribadi/rumah tangga.
  • Selalu ada struk/kuitansi/bon untuk setiap pembelian bahan jualan.
  • Pisahkan struk belanja bahan jualan dengan belanja rumah tangga.
  • Buat pembukuan untuk pencatatan penerimaan uang dari hasil penjualan.
  • Buat juga buku belanja bahan pesanan.

Aplikasinya:

  • Food Costing is a must, minimal utk mengetahui berapa biaya modal.
  • Rekening bank bisa satu saja gabungan, tapi pastikan pemisahan pencatatannya.
  • Boleh tidak ada struk/kuitansi/bon, tapi pastikan tetap dicatat pembelanjaannya.
  • Kalau malas atau tidak mau menyusahkan kasir dan memperpanjang antrian orang belanja karena pasti pisah struk membutuhkan waktu lebih làma, struk belanja bisa digabung, tapi beri stabilo atau lingkari dengan pulpen merah untuk pembelanjaan bahan jualan dan buat catatan kaki berapa total jumlahnya.
  • Pembukuan penerimaan dan belanja bahan jualan is a must, agar bisa ketahuan berapa pendapatan dari penjualan.

 

Dengan demikian, meskipun keuntungan penjualan kita habis utk belanja rumah tangga, minimal kita tau berapa andil penjualan kita dalam membantu biaya rumah tangga.

Untuk mengurus keuangan secara benar, memang butuh komitment. Tapiiiiiii…. Kalo betul-betul parah malas mencatatnya, ada cara lain khusus untuk para pemalas ini, hihihi… Para pemalas mencatat bisa mencoba sistem pisah rekening. Setiap terima pesanan, langsung hitung berapa keuntungannya. Nah setiap keuntungan lalu dimasukkan ke rekening ini. Jadi walaupun dikeluarkan utk belanja, tetap akan terlihat dari mutasi banknya berapa uang keuntungan yg sudah masuk di rekening ini.

Semoga tips tengah malam ini bermanfaat ya teman-teman. :* (ys)

Read More →

Jualan Lemper, Bisnis Paling Cepat Balik Modal

Penulis: Fatmah Bahalwan

Adakah investasi bisnis yang paling cepat kembali modal? Demikian sebuah pertanyaan disampaikan kepada saya oleh seorang wartawan tabloid kuliner. Dengan tangkas saya jawab, “Jualan lemper.”

Ada apa rupanya pada jualan lemper? Sebagaimana bisnis makanan lainnya, lemper dan snack adalah bisnis makanan yang paling mudah dan murah secara teknologi maupun permodalan. Kemungkinkan balik modalpun sangat pasti, cepat dengan tingkat keuntungan bagus.

Sering saya katakan dalam cerita yang menyelingi kursus-kursus di Natural Cooking Club (NCC), lemper banyak sekali kelasnya. Ada lemper harga Rp 500,-, ada lemper harga Rp 1.000,- ada lemper harga Rp 3.500,-, bahkan ada juga lemper yang harga jualnya Rp 8.500,-. Ajaibnya semua lemper dengan harga bertingkat ini laku keras sesuai dengan strata pasar yang dituju.

Bermodalkan beras ketan dan masakan abon daging sapi atau daging ayam sebagai isiannya. Peralatan yang diperlukan hanya panci dan kukusan saja. Pagi hari lemper dibuat, dijamin sore hari sudah berubah menjadi lembaran-lembaran rupiah. Bisnis apalagi lagi yang bisa balik modal demikian cepat? Hanya butuh waktu beberapa jam saja.

Lalu masih adakah alasan kita untuk malas melakukan bisnis makanan? Ayo ah, semangat. (fb)

Read More →

How To Handle Customer’s Complaint

by: Fatmah Bahalwan

Pernahkah anda mendapat complain dari customer? Sungguh sangat tidak enak bila menghadapi perihal satu ini. Bisa-bisa badan demam tiga hari tiga malam dan bila tidak kuat mental, salah-salah langsung mundur teratur dari bisnis culinary apapun. Lalu bagaimana mengatasinya?

Complain yang terjadi pada sektor jasa produksi apapun, merupakan suatu hal yang penuh dengan keniscayaan. Pasti ada dan tidak dapat kita lari darinya.

Tugas kita sebagai pengusaha penyedia jasa adalah memperkecil atau me-minimize, complain-complain tersebut.

Pada dasarnya complain terjadi karena apa yang didapat oleh pelanggan (pengguna jasa) tidak sesuai dengan harga yang telah dibayar, atau persisnya tidak sesuai dengan promosi yang ditawarkan. Dalam hal ini comittment anda dalam merealisasikan pelayanan kepada pelanggan perlu di evaluasi.

Complain bila disikapi secara positip, sebenarnya merupakan suatu masukan yang sangat berharga dari ‘perwakilan’ pelanggan. Dengan demikian anda bisa mulai memetakan dimana kekurangan yang ada pada pelayanan usaha anda, sehingga perbaikan dimasa datang langsung bisa menjadi prioritas.

Adalah sebuah keberuntungan bila anda bisa menilai bahwa complain dianggap sebagai ‘kritik membangun’ dan tidak menerimanya sebagai ‘serangan pribadi’. Titik focus complain pelanggan biasanya pada pelayanan dan atau product.

Bagaimana cara menghadapai pelanggan yang ‘marah besar’ dan complain abizz pada usaha kita? Barangkali kiat-kiat berikut ini bisa dimanfaatkan :

  1. Dengarkan keluhan pelanggan
  2. Jangan menyanggah atau adu argument
  3. Ambil kesimpulan, apa penyebab complain-nya
  4. Ber-empati dan mulai tawarkan solusi, usahakan win-win solution.
  5. Action : Lakukan segera solusi yg disepakati.
  6. Segera minta maaf atas ketidak nyamanan pelanggan.

Tetaplah focus pada bisnis anda, apapun complain yg ada, segera ambil solusi dan tetaplah menjadi pelaku bisnis yang tangguh. Nobody can always avoid complain. (fb).

Read More →

Menentukan Harga Jual

Menentukan harga jual selalu menjadi topik hangat di milis NCC. Didiskusikan berulang-ulang oleh para NCCers, seperti tidak ada habisnya. Mulai dari pendekatan sederhana hingga rumit, selalu menarik dan berguna, terlebih jika sudah dihubungkan dengan strategi pemasaran dan penjualan.

Suatu hari, Airin Rosalin menanyakan lagi tentang menentukan harga jual, kali ini menyangkut kukis coklat yang resepnya baru saja diposting. Ini adalah penjelasannya dalam bentuk sederhana sekali, secasual mungkin supaya mudah dicerna. Mudah-mudahan bisa berguna untuk siapa saja.

Sederhananya, harga jual adalah biaya produksi + profit. Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat kue tersebut.

Biaya Produksi

Biaya produksi = biaya bahan baku + overhead + tenaga kerja + kemasan

Cara paling sederhana, adalah dengan menghitung biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu resep. Lalu hitung, satu resep itu menghasilkan berapa toples kukis? Atau berapa keping kukis? Atau berapa gram kukis? Satuannya silakan sesuaikan dengan satuan yang mau dijual. Semisal mau jual pertoples, hitung hasilnya berapa toples. Mau jual per sekian gram, hitung hasilnya berapa gram. Begitu juga dengan keping.

Bahan Baku

Bagaimana mengukur jumlah tepung yang hanya 60 gram? Chocolate chips 175 gram? Gula 250 gram? Sedangkan belinya perkilo, atau per 250 gram?

Hitung menggunakan matematika sederhana:

Terigu 60 gram = 60/1000 gram x Harga terigu perkilo = Rp …….
Chocolate chips 175 gram = 175/250 gram x harga chocolate chips per 250 gram = Rp ….

Dan seterusnya. Bisa, ya?

Overhead

Jangan lupa hitung biaya gas (oven), listrik (mikser) dan harga tenaga yang mengerjakan.

Biaya gas, untuk sederhananya bisa dikira-kira. Dalam 1 bulan habis berapa gas? Bagi 30 hari, misalnya. Listrik juga begitu. Berapa tagihan bulan lalu? Bagi 30 hari, untuk perkiraan. Ini adalah perhitungan tidak terlalu akurat, yang masih mungkin diterapkan pada produksi kecil. Tapi jika kelak usaha anda sudah besar, harus diakuratkan lagi hingga tepat betul biayanya.

Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja, lebih relatif. Jika menggunakan tenaga asisten, berapa anda memberi honor dia untuk mengerjakan 1 resep? Jika mengerjakan sendiri, berapa anda mau diupah untuk mengerjakan satu resep?

Kemasan

Terakhir, tambahkan biaya kemasan. Satu resep menghasilkan berapa kemasan? 5 Kemasan? Masukkan biayanya. Jika kemasannya menggunakan hiasan, label, sticker, dll, tambahkan juga biayanya.

Biaya Produksi Total

Nah, sekarang anda sudah mendapatkan biaya produksi untuk 1 resep!

Misalkan biaya total Rp 100.000,- menghasilkan 1 resep = 50 keping kukis
Berarti biaya produksi per keping kukis= Rp 100.000/50 = Rp 2000,-

Barulah tambahkan profit.

Profit

Menentukan profit, bebas untuk tiap orang. Yang penting, jumlahnya menyenangkan dan memuaskan kita. Jangan sampai kita capek kerja, lalu gak happy dengan imbalannya. Ketika badan udah capek, hati harus senang karena mengerjakan apa yang kita cintai dan memperoleh imbalan yang sesuai. Ini nilainya bisa berbeda untuk tiap orang, sangat tergantung pada target pasar dan ekspektasi masing-masing. 50%? 100%? 200%? 300%?

Akhirnya.. Harga Jual!

Misalkan anda hanya akan happy jika memperoleh profit 150%.

Berarti harga jual kukis anda = Rp 2000 + 150% = Rp 5000,-

Jadi tiap kali anda berhasil menjual 1 keping kukis, berarti Rp 3000,- masuk kantong anda. Harga produksinya yang Rp 2000, kembali lagi menjadi modal.

Jika produksi sudah besar dan berlangsung lama, harus dihitung biaya penyusutan peralatan. Nah, ini pembahasannya tentu lebih kompleks lagi. Untuk sementara, penghitungan sederhana ini kiranya cukup memadai untuk memulai usaha mungil dari dapur anda.

Semoga bermanfaat! (ra)

 

 

Read More →

Clear Communication in Catering Business – Another Key to Success

“Saya ulang ya mbak, jadi pesanannya 100 pax set menu coffee break, dengan menu the, kopi dan krimmer, 3 macam kue, American risoles, lemper ayam, dan sus éclair. Siap dimeja jam 08.00 pagi. Cover taplak warna putih dengan renda samping warna merah maroon. Semua peralatan dari kami, 2 org waitress dibantu 2 org lagi didapur?”

“benar mbak Fat, saya harus bayar berapa dulu?”

“50% saat pesanan confirmed dan 50% lagi saat selesai acara!”

B egitu pembicaraan yang biasa saya lakukan setelah selesai ‘mendapat perintah’ alias ‘order’ dari seseorang. Hal lain yang saya lakukan kemudian adalah mengirimkan Confirmation Letter kepada customer, melalui email d/h fax.

Nah, pada hari H, ketika sajian sesuai pesanan tersedia dimeja, saya segera menghadap PIC project dan bersama-sama saya ajak beliau memeriksa sajian dan membacakan pesanan sambil menunjukkan jenis makananya secara riil dimeja saji. Begitu selesai, beliau mengangguk, saya langsung minta tanda tangan persetujuan dan berkata,”jam berapa saya bisa terima pembayaran akhir Mbak?”.

Saya menganggap hal seperti ini sangat penting. Kebetulan pengalaman kerja sebagai sekretaris, surat menyurat seperti ini ‘wajib’ hukumnya. Karena saya memahami, yang pesan pasti akan memproses permintaan dana dibagian keuangan. Tanpa surat semacam ini, dia akan kesulitan mengurusnya. Artinya, saya memposisikan diri memudahkan customer mengurus pembayaran dikantornya.

Akan halnya buat kita sebagai pelaku usaha, surat semacam ini menjadi pengaman tersendiri. Bila terjadi perubahan jenis kue dan lain sebagainya. Langsung saja minta kepada customer, menulis apa yg diinginkan. Dengan demikian pihak saya sebagai penyedia jasa dan beliau sebagai customer dalam keadaan aman. Project yang sedang dikerjakan saya anggap sebagai kerjasama saya dan pemesan yang harus berjalan dengan baik. Bila sukses dimata customer insya Allah saya dianggap baik, dan dikantornya sendiri customer sy akan mendapat pujian dari kantornya karena pekerjannya dianggap baik.

Pernah saya mendapatkan order catering yang dicancel sore hari sehari menjelang hari H. Jujur, saya sempat panik dan ingin nangis saja rasanya melihat daging, ikan dan sayur mayur yang menumpuk didapur. Setelah diam dan berpikir, bermodalkan confirmation letter ini, saya menulis surat kepada perusahaan yang telah memesan, setelah sebelumnya sy berkomunikasi baik-baik dengan PIC-nya yg pesan. Saya meminta pembayaran 100%, meskipun order batal. Dan, alhamdulillah nasib baik berpihak kepada saya. Pembayaran 100% saya terima. Dengan perasaan riang gembira, semua bahan makanan tetap dimasak. Sebagian digunakan untuk makan-makan dikantor tersebut (para pekerja disanapun gembira), dan sebagian lagi disumbangkan. Karena saya saat itu harus masak untuk 200pax.

Untuk pemesanan yang jumlahnya sedikit, berupa kue ulang tahun, tumpeng, dan lain-lain yang dirasa tidak membutuhkan confirmation letter, tetap saja kita perlukan document pendukung. Minimal sms atau email. Sering saya mendapatkan order by phone dijalan, dan menyadari sy pelupa, demi kebaikan bersama saya selalu meminta pemesan untuk sms dan atau mengirimkan email. Keuntungan dari tulis menulis ini, saya juga mendapat kemudahan memberikan tugas lanjutan kepada juru masak didapur.

Jadi kata kuncinya adalah, berkomunikasilah dengan baik dan buat konfirmasi akhir minimal 2 hari sebelum hari H. Jadikan customer sebagai sahabat yang sedang membutuhkan bantuan kita. Solusi kita berikan dan kesepakatan yg baik kita pegang bersama. Dengan demikian insya Allah tidak ada niatan merugikan satu sama lain. Yang ada hanyalah silaturahmi semakin baik dan pelanggan kita bertambah satu lagi. (fb)

Read More →

Mengatur Karyawan pada Usaha Rumahan

by Fatmah Bahalwan
(naturalcatering at cbn.net.id)

Ada beberapa pertanyaan yg datang perihal diatas. Rasanya pertanyaan ini mewakili banyak sekali pertanyaan para “pengusaha” rumahan seperti saya juga.

Setelah hampir 6 tahun mengelola usaha rumahan, saya seperti bisa memahami sifat karyawan rumahan. Mirip-mirip karyawan kantor dimasa jaya negeri kita. Suka berpindah-pindah atau bertualang mencari kerjaan, tanpa alasan mendasar.

Rasanya kurang baik apaaa ya saya sama dia, tapi koq enak aja udah pinter trus brenti kerja, rasanya gemeeesss deh’ begitu yg sering kita dengar keluhan ibu-ibu.

Lebih gawat lagi, ada beberapa teman yg terpaksa menutup usahanya karena karyawannya berhenti. Sangat memprihatinkan. Ketergantungan kepada karyawan terlalu tinggi.

Keadaan seperti ini disebabkan karena peluang kerja lebih banyak dibanding jumlah orangnya. Bahasa ekonominya ‘tidak seimbang antara supply and demand’, gitu ya? CMIIW. Kemudahan mendapatkan ‘kerjaan lain’ membuat mereka rajin bertualang, dan memilih mana yg paling dia suka. Kadang kejeblos dan balik lagi ke ‘majikan’ lama bukan sesuatu yg aib, toh masih diterima juga.. lha piye, wong butuh 🙂

Read More →