Resep dan Foto

Ada 2 perbedaan besar dari 2 pertanyaan mendasar antara :
“Boleh saya pakai resepnya untuk jualan saya?”
dengan :
“Boleh saya pakai fotonya untuk promosi jualan saya?” (hanya karena kebetulan menggunakan resep yang sama atau bahkan hanya kebetulan sama varian jualannya padahal berbeda resep).

Di mana perbedaannya?

Resep adalah karya intelektual seseorang yang masih perlu dieksekusi untuk menjadi produk.
Untuk melindunginya bisa dengan cara menjadikannya RAHASIA DAGANG atau dengan dilindungi PATEN.

Rahasia Dagang vs. Paten

Perlindungan melalui Rahasia Dagang atau Trade Secret seringkali menjadi alternatif manakala sebuah penemuan tidak dapat diberi paten karena tidak memenuhi persyaratan paten. Namun, mekanisme perlindungan rahasia dagang banyak juga dipilih untuk penemuan-penemuan yang sesungguhnya dapat diberi paten, dengan alasan sebagai berikut:

  • Perlindungan Rahasia Dagang tidak memiliki batas waktu perlindungan sebagaimana paten. Jangka waktu perlindungan paten dibatasi, hanya diberikan selama 20 tahun dan setelah masa perlindungan lewat, penemuan menjadi milik umum (public domain). Sebaliknya, sebuah rahasia dagang tidak ada batas waktu perlindungan. Selama pemiliknya menjaga rahasia dagangnya dari akses publik, selama itu pula rahasia dagangnya terlindungi;
  • Rahasia Dagang tidak mensyaratkan pendaftaran di institusi pemerintah tertentu sebagaimana paten sehingga perlindungan hukum dapat diperoleh segera;
  • Berbeda dengan rahasia dagang, pemohon paten diwajibkan untuk mengungkapkan penemuannya secara detail kepada publik dalam permohonan patennya.”

Selengkapnya bisa dibaca di :
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt4feadb7627be1/rahasia-dagang-dan-perlindungan-formula-resep-makanan

Jadi begitu kita telah memposting sebuah resep, maka kita tidak punya kekuatan lagi utk menahan orang lain menggunakan resep tersebut, baik untuk konsumsi pribadi maupun untuk usaha (kecuali resep kita diambil untuk dipublikasikan dalam bentuk buku, ada perlindungan hukumnya).

Lain halnya jika resep sudah kita rahasiakan, tapi saat kita menawarkan produk kita tetap masih ada yang meminta resep karena kurang memahami etikanya. Untuk kasus seperti ini, si pemilik resep bebas menjawab apakah diberi atau tidak, sesuai dengan keikhlasan hatinya.

Satu hal yang perlu diingat:
Adalah HAK pemilik resep untuk memutuskan merahasiakan atau membagikan resep jualannya.
Jangan pernah menghakimi apalagi memaksa jika pemilik memutuskan merahasiakan resepnya meskipun dengan kata-kata halus yang memang terbukti benar seperti, “Ah, takut amat, rizki kan nggak akan tertukar. Padahal bakal jadi amal jariyah untuk di akhirat nanti…”
Ingat, tidak membagi resep jualan itu tidak berdosa lho 😉

Berbeda dengan RESEP yang untuk perlindungannya harus dirahasiakan atau dipatenkan, FOTO tidak demikian karena Hak Ciptanya langsung melekat.

“Karya fotografi merupakan salah satu ciptaan yang dilindungi menurut Pasal 40 ayat (1) huruf k Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU Hak Cipta”). Yang dimaksud dengan “karya fotografi” meliputi semua foto yang dihasilkan dengan menggunakan kamera.

Perlindungannya berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan Pengumuman.”

“Sesuai dengan definisi mengenai hak cipta yang ada dalam UU Hak Cipta, maka perlindungan Hak Cipta itu timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ada atau tidaknya suatu watermark pada suatu karya fotografi tidak memberikan perbedaan dari sisi perlindungan Hak Cipta. ”

Selengkapnya bisa dibaca di :
http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt58d1ab9b36fbe/pembubuhan-iwatermark-i-dalam-karya-fotografi-sebagai-identitas-pencipta

Namun demikian, meskipun hak cipta ini melekat, tetap ada juga lho yang meminta izin menggunakan foto jualan kita untuk berjualan 😅. Apalagi jika foto produknya sangat menggugah selera. Lalu apakah kita bisa memilih untuk mengizinkan seperti untuk kasus resep?

Mengizinkan penggunaan foto produk kita untuk jualan orang lain itu BERBAHAYA. Saya pribadi tidak menyarankan teman-teman mengizinkan penggunaan foto produk oleh orang lain untuk tujuan komersial.
Meski bisa saja niat kita baik untuk mempermudah teman yang baru memulai berjualan, tapi secara jangka panjang justru bisa menjatuhkan.

Selain pertimbangan soal dosa karena terlibat dalam usaha “menipu” calon pelanggan orang lain, alasan utama mengapa saya mengatakan hal ini tidak disarankan untuk dilakukan adalah karena:

Dalam eksekusi sebuah resep, beda tangan seringkali beda hasil. Penyebabnya biasanya di perbedaan merek bahan baku yang digunakan, teknik dan alat produksi. Maka hasil produksi teman anda, meski menggunakan resep yang sama, potensial berbeda tampilannya. Iya kalau hasilnya lebih bagus dari foto. Kalau lebih jelek gimana? Customer yang sudah memiliki ekspektasi saat melihat foto produk yang ditawarkan tentu akan kecewa ketika produk tiba di tangan ternyata jauh dari bayangannya. Dan ini justru akan menjadi promosi yang buruk dan bisa menyebar cepat dari mulut ke mulut (atau dari jari ke jari ketika berada di media sosial).

Jadi, jika ada yang meminta izin untuk menggunakan foto kita untuk berjualan, sampaikan saja dengan baik, “Maaf, foto ini saya pakai juga untuk berjualan. Selain itu, saya khawatir nanti customermu kecewa kalo hasil buatanmu nggak seperti di foto. Malah jadi promosi yang buruk. Saya tidak ingin calon customermu merasa ditipu akibat foto saya. Jadi dengan berat hati saya nggak bisa mengizinkan.”

Di sisi lain, alih-alih merasa terganggu dengan permintaan ini, kita justru bisa membuka peluang penjualan yang lebih luas dengan menawarinya kerjasama sebagai reseller produk kita. Dengan demikian dia bisa menggunakan foto produk kita tanpa menipu calon customer 😉.

Jakarta, 26 Maret 2018
Yeni Suryasusanti

About the author  ⁄ NCC Indonesia

Comments are closed.