Tips tengah malam dari Ibu Matre utk teman-teman yang memiliki usaha menerima pesanan makanan tapi sering merasa uangnya habis menguap entah kemana. Sounds familiar? 🙂

Idealnya:

  • Selalu buat Food Costing setiap mencoba produk baru, agar bisa menentukan keuntungan yang bikin happy, juga tidak tekor di modalnya.
  • Pisahkan rekening bank untuk usaha dan rekening bank untuk pribadi/rumah tangga.
  • Selalu ada struk/kuitansi/bon untuk setiap pembelian bahan jualan.
  • Pisahkan struk belanja bahan jualan dengan belanja rumah tangga.
  • Buat pembukuan untuk pencatatan penerimaan uang dari hasil penjualan.
  • Buat juga buku belanja bahan pesanan.

Aplikasinya:

  • Food Costing is a must, minimal utk mengetahui berapa biaya modal.
  • Rekening bank bisa satu saja gabungan, tapi pastikan pemisahan pencatatannya.
  • Boleh tidak ada struk/kuitansi/bon, tapi pastikan tetap dicatat pembelanjaannya.
  • Kalau malas atau tidak mau menyusahkan kasir dan memperpanjang antrian orang belanja karena pasti pisah struk membutuhkan waktu lebih lĂ ma, struk belanja bisa digabung, tapi beri stabilo atau lingkari dengan pulpen merah untuk pembelanjaan bahan jualan dan buat catatan kaki berapa total jumlahnya.
  • Pembukuan penerimaan dan belanja bahan jualan is a must, agar bisa ketahuan berapa pendapatan dari penjualan.

 

Dengan demikian, meskipun keuntungan penjualan kita habis utk belanja rumah tangga, minimal kita tau berapa andil penjualan kita dalam membantu biaya rumah tangga.

Untuk mengurus keuangan secara benar, memang butuh komitment. Tapiiiiiii…. Kalo betul-betul parah malas mencatatnya, ada cara lain khusus untuk para pemalas ini, hihihi… Para pemalas mencatat bisa mencoba sistem pisah rekening. Setiap terima pesanan, langsung hitung berapa keuntungannya. Nah setiap keuntungan lalu dimasukkan ke rekening ini. Jadi walaupun dikeluarkan utk belanja, tetap akan terlihat dari mutasi banknya berapa uang keuntungan yg sudah masuk di rekening ini.

Semoga tips tengah malam ini bermanfaat ya teman-teman. :* (ys)

Read More →

Menentukan harga jual selalu menjadi topik hangat di milis NCC. Didiskusikan berulang-ulang oleh para NCCers, seperti tidak ada habisnya. Mulai dari pendekatan sederhana hingga rumit, selalu menarik dan berguna, terlebih jika sudah dihubungkan dengan strategi pemasaran dan penjualan.

Suatu hari, Airin Rosalin menanyakan lagi tentang menentukan harga jual, kali ini menyangkut kukis coklat yang resepnya baru saja diposting. Ini adalah penjelasannya dalam bentuk sederhana sekali, secasual mungkin supaya mudah dicerna. Mudah-mudahan bisa berguna untuk siapa saja.

Sederhananya, harga jual adalah biaya produksi + profit. Biaya produksi adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk membuat kue tersebut.

Biaya Produksi

Biaya produksi = biaya bahan baku + overhead + tenaga kerja + kemasan

Cara paling sederhana, adalah dengan menghitung biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu resep. Lalu hitung, satu resep itu menghasilkan berapa toples kukis? Atau berapa keping kukis? Atau berapa gram kukis? Satuannya silakan sesuaikan dengan satuan yang mau dijual. Semisal mau jual pertoples, hitung hasilnya berapa toples. Mau jual per sekian gram, hitung hasilnya berapa gram. Begitu juga dengan keping.

Bahan Baku

Bagaimana mengukur jumlah tepung yang hanya 60 gram? Chocolate chips 175 gram? Gula 250 gram? Sedangkan belinya perkilo, atau per 250 gram?

Hitung menggunakan matematika sederhana:

Terigu 60 gram = 60/1000 gram x Harga terigu perkilo = Rp …….
Chocolate chips 175 gram = 175/250 gram x harga chocolate chips per 250 gram = Rp ….

Dan seterusnya. Bisa, ya?

Overhead

Jangan lupa hitung biaya gas (oven), listrik (mikser) dan harga tenaga yang mengerjakan.

Biaya gas, untuk sederhananya bisa dikira-kira. Dalam 1 bulan habis berapa gas? Bagi 30 hari, misalnya. Listrik juga begitu. Berapa tagihan bulan lalu? Bagi 30 hari, untuk perkiraan. Ini adalah perhitungan tidak terlalu akurat, yang masih mungkin diterapkan pada produksi kecil. Tapi jika kelak usaha anda sudah besar, harus diakuratkan lagi hingga tepat betul biayanya.

Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja, lebih relatif. Jika menggunakan tenaga asisten, berapa anda memberi honor dia untuk mengerjakan 1 resep? Jika mengerjakan sendiri, berapa anda mau diupah untuk mengerjakan satu resep?

Kemasan

Terakhir, tambahkan biaya kemasan. Satu resep menghasilkan berapa kemasan? 5 Kemasan? Masukkan biayanya. Jika kemasannya menggunakan hiasan, label, sticker, dll, tambahkan juga biayanya.

Biaya Produksi Total

Nah, sekarang anda sudah mendapatkan biaya produksi untuk 1 resep!

Misalkan biaya total Rp 100.000,- menghasilkan 1 resep = 50 keping kukis
Berarti biaya produksi per keping kukis= Rp 100.000/50 = Rp 2000,-

Barulah tambahkan profit.

Profit

Menentukan profit, bebas untuk tiap orang. Yang penting, jumlahnya menyenangkan dan memuaskan kita. Jangan sampai kita capek kerja, lalu gak happy dengan imbalannya. Ketika badan udah capek, hati harus senang karena mengerjakan apa yang kita cintai dan memperoleh imbalan yang sesuai. Ini nilainya bisa berbeda untuk tiap orang, sangat tergantung pada target pasar dan ekspektasi masing-masing. 50%? 100%? 200%? 300%?

Akhirnya.. Harga Jual!

Misalkan anda hanya akan happy jika memperoleh profit 150%.

Berarti harga jual kukis anda = Rp 2000 + 150% = Rp 5000,-

Jadi tiap kali anda berhasil menjual 1 keping kukis, berarti Rp 3000,- masuk kantong anda. Harga produksinya yang Rp 2000, kembali lagi menjadi modal.

Jika produksi sudah besar dan berlangsung lama, harus dihitung biaya penyusutan peralatan. Nah, ini pembahasannya tentu lebih kompleks lagi. Untuk sementara, penghitungan sederhana ini kiranya cukup memadai untuk memulai usaha mungil dari dapur anda.

Semoga bermanfaat! (ra)

 

 

Read More →
“Saya ulang ya mbak, jadi pesanannya 100 pax set menu coffee break, dengan menu the, kopi dan krimmer, 3 macam kue, American risoles, lemper ayam, dan sus Ă©clair. Siap dimeja jam 08.00 pagi. Cover taplak warna putih dengan renda samping warna merah maroon. Semua peralatan dari kami, 2 org waitress dibantu 2 org lagi didapur?”

“benar mbak Fat, saya harus bayar berapa dulu?”

“50% saat pesanan confirmed dan 50% lagi saat selesai acara!”

B egitu pembicaraan yang biasa saya lakukan setelah selesai ‘mendapat perintah’ alias ‘order’ dari seseorang. Hal lain yang saya lakukan kemudian adalah mengirimkan Confirmation Letter kepada customer, melalui email d/h fax.

Nah, pada hari H, ketika sajian sesuai pesanan tersedia dimeja, saya segera menghadap PIC project dan bersama-sama saya ajak beliau memeriksa sajian dan membacakan pesanan sambil menunjukkan jenis makananya secara riil dimeja saji. Begitu selesai, beliau mengangguk, saya langsung minta tanda tangan persetujuan dan berkata,”jam berapa saya bisa terima pembayaran akhir Mbak?”.

Saya menganggap hal seperti ini sangat penting. Kebetulan pengalaman kerja sebagai sekretaris, surat menyurat seperti ini ‘wajib’ hukumnya. Karena saya memahami, yang pesan pasti akan memproses permintaan dana dibagian keuangan. Tanpa surat semacam ini, dia akan kesulitan mengurusnya. Artinya, saya memposisikan diri memudahkan customer mengurus pembayaran dikantornya.

Akan halnya buat kita sebagai pelaku usaha, surat semacam ini menjadi pengaman tersendiri. Bila terjadi perubahan jenis kue dan lain sebagainya. Langsung saja minta kepada customer, menulis apa yg diinginkan. Dengan demikian pihak saya sebagai penyedia jasa dan beliau sebagai customer dalam keadaan aman. Project yang sedang dikerjakan saya anggap sebagai kerjasama saya dan pemesan yang harus berjalan dengan baik. Bila sukses dimata customer insya Allah saya dianggap baik, dan dikantornya sendiri customer sy akan mendapat pujian dari kantornya karena pekerjannya dianggap baik.

Pernah saya mendapatkan order catering yang dicancel sore hari sehari menjelang hari H. Jujur, saya sempat panik dan ingin nangis saja rasanya melihat daging, ikan dan sayur mayur yang menumpuk didapur. Setelah diam dan berpikir, bermodalkan confirmation letter ini, saya menulis surat kepada perusahaan yang telah memesan, setelah sebelumnya sy berkomunikasi baik-baik dengan PIC-nya yg pesan. Saya meminta pembayaran 100%, meskipun order batal. Dan, alhamdulillah nasib baik berpihak kepada saya. Pembayaran 100% saya terima. Dengan perasaan riang gembira, semua bahan makanan tetap dimasak. Sebagian digunakan untuk makan-makan dikantor tersebut (para pekerja disanapun gembira), dan sebagian lagi disumbangkan. Karena saya saat itu harus masak untuk 200pax.

Untuk pemesanan yang jumlahnya sedikit, berupa kue ulang tahun, tumpeng, dan lain-lain yang dirasa tidak membutuhkan confirmation letter, tetap saja kita perlukan document pendukung. Minimal sms atau email. Sering saya mendapatkan order by phone dijalan, dan menyadari sy pelupa, demi kebaikan bersama saya selalu meminta pemesan untuk sms dan atau mengirimkan email. Keuntungan dari tulis menulis ini, saya juga mendapat kemudahan memberikan tugas lanjutan kepada juru masak didapur.

Jadi kata kuncinya adalah, berkomunikasilah dengan baik dan buat konfirmasi akhir minimal 2 hari sebelum hari H. Jadikan customer sebagai sahabat yang sedang membutuhkan bantuan kita. Solusi kita berikan dan kesepakatan yg baik kita pegang bersama. Dengan demikian insya Allah tidak ada niatan merugikan satu sama lain. Yang ada hanyalah silaturahmi semakin baik dan pelanggan kita bertambah satu lagi. (fb)

Read More →