By Wisnu Ali Martono
(wisnuam2003 at yahoo dot com dot au)
Photo by Wisnu Ali Martono and Phil’s Page
Sebagai orang Jawa, rasanya agak aneh pertama kali saya mendengar nama tempoyak. Apalagi dengan “bumbu-bumbu” keterangan tentang cara pembuatan yang berlebihan, dan mungkin tidak benar, membuat membayangkan rasanya pun sudah enggan. Beruntung, saya memiliki keingintahuan yang besar untuk menikmati makanan di luar yang biasa saya nikmati. Itulah awal perkenalan saya dengan tempoyak.
Secara salah, dan tidak fair, tempoyak sering diidentikkan dengan daging durian busuk. Konotasi ini mungkin timbul karena sebagian besar dari kita hanya mengenal durian sebagai buah berbau khas, berasa manis. Terutama jika dinikmati pada saat yang tepat, di mana sebagian besar patinya sudah dirubah menjadi gula.
Sebagai mana dengan buah lain, yang berasa manis jika dinikmati pada saat yang “tepat”, buah Durio zibethinus juga mengalami perubahan rasa jika dibiarkan. Perubahan rasa ini sebenarnya berasal dari fermentasi. Semakin lama, rasa manis akan berkurang, digantikan dengan rasa asam, sampai sama sekali berasa asam. Nah, buah durian berasa asam inilah yang kemudian menimbulkan “perdebatan” tentang apa nama sebenarnya yang tepat.
Bagi sebagian orang yang hanya mengenal nikmatnya buah durian pada saat berada dalam prime-timenya, buah durian asam adalah buah afkir. Limbah. Bagi sebagian besar warga Sumatra, mereka adalah tempoyak. Yang tidak kurang nikmatnya dibanding durian prime-time. Cara terbaik untuk melakukan petualangan kuliner mencoba nikmatnya tempoyak adalah dengan tidak membayangkan bagaimana tempoyak dibuat. Nikmati saja menu yang dibuat dengan campuran tempoyak.
Menurut makalah yang ditulis oleh Amiza Mat Amin et al, Effects of Salt on Tempoyak Fermentation and Sensory Evaluation (bisa dilihat di internet), tempoyak adalah bumbu hasil fermentasi daging buah durian. Dilihat dari bahan utamanya, tempoyak dapat dibuat dari daging buah yang tidak terkonsumsi, daging buah bermutu rendah sampai dengan daging buah yang terlalu masak. Kemungkinan besar, pada awalnya hanya kelebihan daging buah dan buah yang terlalu masak saja yang dibuat tempoyak. Daging buah bermutu rendah, yang tidak layak dikonsumsi boleh jadi ikut digunakan manakala tempoyak sudah menjadi komoditi perdagangan, dan penjualnya tidak memikirkan kualitas lagi.
Tempoyak sendiri dapat dibikin dengan “tidak sengaja”, yaitu membiarkan buah durian masak selama 3-4 hari sampai berubah menjadi asam. Atau, dapat dibuat dengan sengaja. Pembuatan tempoyak dilakukan dengan cara memisahkan daging buah durian, lalu menghancurkannya dengan garpu. Ini adalah pembuatan tempoyak skala rumahtangga. Lalu, diberi garam, sebanyak 2% bobot daging buah.
Mat Amin menyebutkan bahwa garam ini ditambahkan untuk membantu pertumbuhan mikroorganisme ragi. Hanya saja, garam tidak boleh terlalu banyak dipakai, karena akan menyebabkan rasa tempoyakl menjadi asin. Padahal, tempoyak “yang benar berasa asam.
Bagaimana cara menikmati tempoyak? Bagi yang sudah terbiasa, tempoyak dapat dimakan begitu saja dengan nasi hangat. Untuk “pemula”, tersedia bermacam makanan dengan bumbu tempoyak. Tidak hanya di Indonesia, di Malaysia pun tempoyak menjadi makanan yang banyak digemari.
Jika anda ingin mengetahui seperti apa nikmatnya tempoyak, namun masih terbersit perasaan kuatir tenang rasanya, saya sarankan mengikuti jejak saya. Bikin sendiri tempoyak, sehingga mutunya bisa dijamin.
Tanpa sengaja, saya telah menghasilkan tempoyak, ketika 500 gram daging durian Monthong masak yang saya beli tertinggal di kulkas selama hampir 10 hari. Karena berasa asam, hampir saja “harta karun” ini saya buang ke tempat sampah. Biasanya, saya menikmati durian sebagai campuran es teler. Jadi, hanya durian manis yang saya konsumsi. Sebelum masuk tempat sampah, saya teringat bahwa tempoyak juga berasa asam. Tanpa tahu bahwa durian asam itu memang tempoyak, saya bikin sambal goreng teri Medan, dengan tambahan bumbu durian asam itu. Saya pikir, kalau tidak enak, ya tinggal dibuang saja.
Ternyata, sambal goreng teri Medan plus “durian asam” ini lebih enak dari tempoyak “lokal” yang saya pernah dapat dari Riau. Karena terbuat (bukan dibuat dengan sengaja, he..he…) dari durian Monthong, aromanya tidak tajam, tapi masih berasa. Yakinlah saya bahwa saya tidak sedang mencampur sambal goreng teri Medan dengan limbah durian, tapi dengan home-made tempoyak yang yummyyy. Pengecekan ke internet meyakinkan saya bahwa itu adalah tempoyak yang saya bikin dengan tidak sengaja.
Sambal goreng teri Medan adalah pilihan menu tempoyak saya, karena sangat mudah dibikin, dan kebetulan semua bahannya ada di kulkas rumah. Ada pilihan masakan tempoyak lain, biasanya berbasis ikan. Silahkan browsing di internet.
Bon appetite…… (WAM)