SEPULUH tahun lalu mungkin tak banyak penikmat kopi di dunia yang tahu apa itu Ca phe sua da. Mungkin mereka lebih kenal cappuccino atau espresso. Perlahan-lahan, sajian kopi a la Vietnam mulai merambah dunia, termasuk Indonesia.
Dalam hal perkopian, sebenarnya Vietnam termasuk pendatang baru dengan ditanamnya kopi di sana oleh Perancis pada abad ke 19. Bandingkan dengan Belanda yang mendatangkan tanaman kopi pada tahun 1696. Menurut situs AEKI kopi ini masuk melalui Batavia (sekarang Jakarta), dibawa oleh Komandan Pasukan Belanda Adrian Van Ommen dari Malabar – India. Tanaman ini kemudian ditanam dan dikembangkan di tempat yang sekarang dikenal dengan Pondok Kopi -Jakarta Timur.
Saat ini Vietnam dikenal sebagai eksportir kopi terbesar nomer 2 di dunia, setelah Brazil. Luar biasanya, posisi ini dicapai Vietnam hanya dalam tempo 30 tahun saja. Pada tahun 1986, setelah selama hampir sepuluh tahun mencoba (dan gagal) membangun ekonomi dengan cara sosialis Soviet, Vietnam melakukan renovasi ekonomi Doi Moi. Dalam renovasi ini peran sektor swasta yang tadinya dihapuskan oleh sistem sosialis a la Soviet diperbolehkan hidup kembali. Dalam tempo beberapa tahun saja perekonomian yang semula stagnan dengan tingkat inflasi 700% menjadi tumbuh pesat. Salah satu sektor yang tumbuh pesat adalah sektor perkebunan kopi. Hanya dalam tempo 30 tahun sejak Doi Moi, ekspor kopi Vietnam melonjak dari 0,1% menjadi 20% ekspor kopi dunia. Kopi adalah komoditas ekspor kedua di Vietnam setelah beras.
Sejalan dengan peningkatan produksi kopi, muncul wiraswastawan kopi di Vietnam. Mereka inilah yang kemudian memperkenalkan seduhan kopi a la Vietnam, dengan memakai alat seduh phin, ke luar Vietnam.
Cara meracik seduhan kopi a la Vietnam memang berbeda dengan cara seduh kopi a la barista Barat. Jika barista barat mencampur kopi dengan fresh milk, di Vietnam umumnya kopi dicampur dengan SKM (susu kental manis). Hal ini mulanya dilakukan karena ketiadaan susu segar. Namun kemudian SKM menjadi ciri khas seduhan kopi a la Vietnam. Bukan itu saja. Di Vietnam kopi juga bisa diseduh dengan yoghurt, telur, bahkan buah sawo.
Ca phe sua da (es kopi susu a la Vietnam) kini mulai dikenal di banyak negara, berdampingan dengan seduhan kopi a la barat. Bukan sekedar kopi susu diberi es, tapi ada cara penyeduhan dan campuran yang membuat ca phe sua da beda rasanya. Walaupun ca phe sua da sekarang juga bisa dinikmati di Jakarta, ternyata cara meracik (dan rasanya) berbeda di Vietnam. Sebagai penikmat kopi, saya lebih suka ca phe sua da a la Vietnam.
Sebagai penikmat kopi, Vietnam adalah negara penghasil kopi yang perlu didatangi untuk merasakan sendiri sensani minum kopi a la Vietnam. Setelah ‘pergi minum kopi’ sendiri ke Vietnam dan menemukan kekhasan seduhan kopi di sana, saya ingin mengadakan Tour d’coffee mengunjungi Ho Chi Minh City dan Hanoi.
Hanoi saat ini terkenal dengan ikon Ca phe trung alias kopi telur. Walau berusaha ditiru, ca phe trung café Giang di jalan Nguyen Huu Huan (Hanoi) tetap tidak bisa diimitasi. Selain kopi telur, Hanoi juga terkenal dengan kopi kelapa, kopi yoghurt. Walaupun bernama Tour d’coffee, tur ini juga mengunjungi lokasi-lokasi wisata konvensional di HCMC maupun di Hanoi. Jadi, tidak harus menyukai kopi terlebih dahulu untuk ikut tur ini. Selain penyuka kopi, mereka yang ingin mengembangkan bisnis minuman kopi juga perlu ikut untuk mengetahui seperti apa seduhan kopi Vietnam yang sesungguhnya.
Tur ini rencananya berlangsung tanggal 14-20 Januari 2017 (Sabtu- Jumat). Pertengahan Januari dianggap sebagai saat yang baik untuk memulai kunjungan wisata ke Vietnam, mengingat cuaca mulai membaik dan peak season sudah mulai lewat. Biaya yang dikenakan adalah Rp 12 juta.
Dengan biaya sebesar itu peserta akan mendapat, tiket pesawat Jakarta-Hanoi-HCMC-Jakarta, semua antar jemput selama di Vietnam, hotel twin sharing sekamar berdua, makan siang dan malam halal. Tur dua kali di Hanoi dan dua kali di HCMC. Keterangan bisa diperoleh di 0817190059 (WA, SMS, telpon) atau 0213921779 (telpon) pada jam kerja.